Buku Tamu


ShoutMix chat widget

24 Agustus 2009

Jalan Bercabang 3

Aku ingin bertanya kepada setiap orang. Apa yang harus dilakukan setelah manusia menuai hasil dari kerja yang dimulai dari nol? Apa yang harus kita perbuat dengan hasil itu jika ingin menuai hasil yang lain?
Apakah harus dienyahkan begitu saja hasil yang sudah didapat jika ingin meraih hasil yang lain?

Haruskah kulupakan begitu saja hasil jalan bercabang 3 jika saat ini aku ingin meraih jalan bercabang 4?

Ingin kuganti diriku. I mean ingin kuhapus masa laluku. Maksudku, aku ingin pergi dari kenangan yang melenangan. Kenangan ketika menjadi aktor utama.

Setelah 2 tahun menjadi [kata orang] aktor utama, walaupun yang kuingat hanya selama di pagi hari saja atau di sore hari saja, ada yang menarik untuk kupikirkan.

Andai waktu bisa diputar kembali.
Tapi untuk apa? Apa untuk mengelak dari peran sebagai aktor utama? Bukan.

Dua tahun kehidupanku. 2 tahun yang kutulis, atau yang tidak kutulis yang hanya hidup dalam ingatanku, terasa asyik untuk kuingat, pun ketika pagi hari itu, kutatap ke luar jendela kaca ke arah jalan yang bercabang 3. Jalan yang rapi, teratur, indah dengan batas pantai dan pulau mungil di seberang jalan bercabang 3. Juga terlihat jembatan megah di atas pantai batas jalan bercabang 3 di ujung sana.

Awalnya senang. Tapi akhirnya sedih. Lebih tepatnya beban. Aku berpikir, mungkin dulu aku ada di roda bagian atas, tapi kemudian berputar dan sekarang aku di roda bagian bawah. Tepat saat roda ini hendak berputar dan membawaku ke atas, ternyata ban roda ini bocor. Roda tidak berputar, dan aku tidak naik kembali ke atas.

Apa aku menyalahi takdir. Oh tidak kawan. Jangan membayangkan kalau aku lagi lesu tak bersemangat untuk menatap matahari pagi atau selimut langit malam.

Aku adalah Aku.

Tapi apa yang ingin aku ceritakan kepadamu ini kawan adalah sebuah pesan untuk tidak terlena dengan hal-hal yang terjadi dengan. Terutama hal-hal yang menyenangkan yang biasanya melenakan.

Semua yang terjadi hanya bayangan. Kangkalangkang hungkul. Bayangan berarti ada tapi juga tidak ada.

Ada siswa yang bilang, dulu dirinya juara olimpiade, siswa berprestasi, debater, ketua organisasi, dan prestasi-prestasi lainya.

Tapi, jika saat ini siswa itu ditanya dimana prestasi-prestasi itu sekarang?

Siswa itu akan menjawab ; "Dalam bayangan".

Ya. Hanya bayangan.

Juara karya tulis? Hanya bayangan. Bayangan kepala manusia tentu berbeda dengan bayangan kepala manusia yang lain.

Lalu untuk apa bayangan-bayangan itu?

Inilah yang ingin kuganti.

Bayangan jalan bercabang 3 selalu menjadi beban hidupku saat ini. Beban karena ingin kembali merasakan kedamaian melihat jalan bercabang 3, tapi ternyata tidak mungkin karena itu hanyalah bayangan.

Dulu. Ketika sebelum hal-hal yang melenakkan itu terjadi, yang saat ini menjadi bayangan, dulu aku memulainya dari nol.

Aku mulai dari nol, satu, dua, hingga sampai ke jalan bercabang 3 itu.

Tapi sekarang, aku bingung, ketika hal-hal yang kumulai dari nol itu hanya sekedar bayangan untuk saat ini, aku bingung apa yang harus kulakukan sekarang? Apakah harus kumulai periode ke-dua dari nol lagi? Dan melupakan bayangan-bayangan periode pertama yang sudah kurintis dari nol di periode pertama? Lalu, untuk apa aku merintis dari nol jika ternyata tidak membantu aku di kemudian hari.

Aku ingin bertanya kepada setiap orang. Apa yang harus dilakukan setelah manusia menuai hasil dari kerja yang dimulai dari nol? Apa yang harus kita perbuat dengan hasil itu jika ingin menuai hasil yang lain?
Apakah harus dienyahkan begitu saja hasil yang sudah didapat jika ingin meraih hasil yang lain?

Haruskah kulupakan begitu saja hasil jalan bercabang 3 jika saat ini aku ingin meraih jalan bercabang 4?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar